Kamis, 13 Agustus 2009

PROSEDUR KOMPILASI DAN REVIEW

PROSEDUR KOMPILASI DAN REVIEW

SAR 100 ( Kompilasi dan Review atas Laporan Keuangan)

Seksi ini mendefinisikan kompilasi laporan keuangan dan review atas laporan keuangan entitas nonpublik dan memberikan panduan bagi akuntan mengenai standar dan prosedur yang digunakan untuk perikatan tersebut. Akuntan harus menerbitkan laporan setelah ia menyelesaikan suatu perikatan kompilasi atau review suatu laporan keuangan entitas nonpublik sesuai dengan ketentuan dalam Seksi ini.

Tujuan review sangat berbeda dengan tujuan kompilasi. Hasil review yang dilaksanakan melalui prosedur permintaan keterangan dan analisis harus menjadi dasar memadai bagi akuntan untuk memberikan keyakinan terbatas, bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan; sedangkan dalam suatu kompilasi, akuntan tidak memberikan keyakinan seperti itu. Tujuan review juga sangat berbeda dengan tujuan audit atas laporan keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Tujuan audit adalah untuk memberikan dasar memadai untuk menyatakan suatu pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan.

Kewajiban Pelaporan Akuntan

Manajemen, pemegang saham, pemberi kredit, dan pihak lain yang menggunakan laporan keuangan harus dengan mudah dapat mengetahui tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh seorang akuntan, jika ada, atas laporan keuangan tersebut. Para pemakai laporan keuangan mengetahui bahwa suatu laporan tertulis merupakan sarana bagi akuntan untuk menunjukkan tingkat tanggung jawabnya. Oleh karena itu, apabila akuntan melakukan kompilasi laporan keuangan atau review atas laporan keuangan suatu entitas nonpublik, ia harus menerbitkan laporan yang dibuat berdasarkan standar yang sesuai menurut Seksi bila akuntan melaksanakan lebih dari satu macam jasa, misalnya kompilasi dan audit, ia harus menerbitkan laporan berdasarkan tingkat jasa tertinggi yang diberikannya.

Akuntan dilarang untuk mengizinkan penggunaan namanya dihubungkan dengan dokumen atau komunikasi tertulis yang memuat laporan keuangan suatu entitas nonpublik yang tidak diaudit, kecuali jika ia telah melakukan kompilasi laporan keuangan atau review atas laporan keuangan tersebut atau laporan keuangan tersebut disertai dengan suatu petunjuk, bahwa akuntan belum melakukan kompilasi atau review, dan ia tidak bertanggung jawab terhadap laporan keuangan tersebut.

Pemahaman Terhadap Entitas

Akuntan harus mencapai suatu kesamaan pemahaman dengan entitas, sebaiknya secara tertulis, mengenai jasa yang harus diberikan oleh akuntan. Pemahaman tersebut harus mencakup keterangan mengenai sifat dan keterbatasan jasa yang harus dilaksanakan dan penjelasan tentang laporan yang akan diterbitkan oleh akuntan.

Kompilasi Laporan Keuangan

Akuntan harus memiliki tingkat pengetahuan mengenai prinsip dan praktik akuntansi industri tempat operasi entitas, agar ia dapat melakukan kompilasi laporan keuangan dalam bentuk yang tepat bagi entitas yang beroperasi dalam industri tersebut. Standar ini tidak menghalangi akuntan untuk menerima suatu perikatan kompilasi atas suatu entitas dari industri yang akuntan tersebut tidak mempunyai pengalaman. Namun, standar ini membebankan tanggung jawab kepada akuntan untuk memperoleh tingkat pengetahuan yang dibutuhkan.

Akuntan tidak diharuskan untuk meminta keterangan atau prosedur lainnya untuk memverifikasi, menguatkan, atau me-review informasi yang disediakan oleh klien. Tetapi, ia dapat mengajukan pertanyaan atau melaksanakan prosedur lain. Dari hasil permintaan keterangan atau prosedur lain tersebut, pengetahuan yang diperoleh dari perikatan sebelumnya, atau gambaran umum tentang laporan keuangan, akuntan dapat menyimpulkan bahwa informasi yang disediakan oleh klien tidak benar, tidak lengkap, atau bahkan informasi tersebut tidak memuaskan untuk tujuan kompilasi laporan keuangan.

Sebelum menerbitkan laporannya, akuntan harus membaca laporan keuangan yang telah dikompilasi dan mempertimbangkan apakah laporan keuangan tersebut layak bila ditinjau dari segi bentuknya, dan bebas dari kekeliruan material yang nyata.

Pelaporan Jika Akuntan Tidak Independen

Akuntan tidak dihalangi untuk menerbitkan laporan yang berkaitan dengan kompilasi laporan keuangan untuk suatu entitas, yang ia tidak independen. Jika akuntan publik tidak independen, maka ia harus secara spesifik mengungkapkan ketidakindependenan tersebut. Namun, alasan tidak adanya independensi tidak boleh dijelaskan. Jika akuntan tidak independen, ia harus memasukkan pernyataan berikut dalam paragraf terakhir laporannya:

“Kami tidak independen dalam hubungan kami dengan PT KXT.”

Kertas Kerja

Meskipun tidak mungkin untuk menentukan bentuk atau isi kertas kerja yang perlu dibuat untuk review atas laporan keuangan karena adanya perbedaan keadaan pada setiap perikatan, kertas kerja akuntan harus memuat hal-hal berikut ini:

a. Masalah yang tercakup dalam permintaan keterangan akuntan dan prosedur analitik.

b. Masalah yang dianggap tidak biasa oleh akuntan selama melaksanakan review, termasuk penyelesaiannya.

Akuntan mungkin saja ingin memperoleh surat representasi dari pemilik, manajer, atau pimpinan perusahaan, dan jika perlu, direktur keuangan.

Pelaporan Akuntan Mengenai Hasil Review atas Laporan Keuangan

Laporan keuangan yang di-review oleh akuntan harus disertai dengan laporan akuntan yang menyatakan bahwa:

a. Review dilaksanakan sesuai dengan Standar Jasa Akuntansi dan Review yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.

b. Semua informasi yang dimasukkan dalam laporan keuangan adalah penyajian manajemen (atau pemilik) entitas tersebut.

c. Review terutama mencakup permintaan keterangan kepada para pejabat penting perusahaan dan prosedur analitik yang diterapkan terhadap data keuangan.

d. Lingkup review jauh lebih sempit dibandingkan dengan lingkup audit yang tujuannya untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan, dan dengan demikian tidak dinyatakan pendapat semacam itu dalam suatu review.

e. Akuntan tidak mengetahui adanya suatu modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, selain dari perubahan, jika ada, yang telah diungkapkan dalam laporan akuntan.

Penemuan Kemudian Fakta Yang Telah Ada Pada Tanggal Laporan Akuntan

Setelah tanggal laporan akuntan atas laporan keuangan yang dikompilasi atau di- review, akuntan mungkin mengetahui bahwa terdapat fakta yang telah ada pada tanggal laporannya, yang mengakibatkan akuntan berpendapat bahwa informasi yang diberikan oleh entitas tersebut tidak benar, tidak lengkap, atau tidak memuaskan seandainya ia telah mengetahui fakta tersebut sebelumnya. Dalam situasi seperti ini, akuntan harus mempertimbangkan pedoman dalam SA Seksi 561 [PSA No. 47] Penemuan Kemudian Fakta yang Ada pada Tanggal Laporan Audit, dalam menentukan langkah memadai, dengan mempertimbangkan perbedaan tujuan perikatan kompilasi, review, dan audit.

Perubahan Dalam Perikatan Dari Audit Ke Review Atau Kompilasi (Atau Dart Review Ke Kompilasi)

Akuntan yang mengadakan perikatan untuk mengaudit laporan keuangan suatu entitas nonpublik sesuai dengan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, mungkin sebelum penyelesaian auditnya diminta untuk mengubah perikatannya ke perikatan review atau kompilasi laporan keuangan. Permintaan untuk mengubah perikatan tersebut mungkin diakibatkan oleh perubahan keadaan yang mempengaruhi kebutuhan entitas tersebut untuk suatu audit, salah pengertian tentang sifat suatu audit atau alternatif review atau jasa kompilasi yang semula tersedia, atau pembatasan terhadap lingkup audit yang dilakukan oleh klien atau yang disebabkan oleh keadaan.

SAR 200 (Pelaporan Atas Laporan Keuangan Komparatif)

Seksi ini menetapkan standar untuk pelaporan atas laporan keuangan komparatif entitas nonpublik bila laporan keuangan untuk satu atau lebih periode yang disajikan telah dikompilasi atau di-review berdasarkan dengan SAR Seksi 100 [PSAR No. 01] Kompilasi dan Review atas Laporan Keuangan.

Bila laporan keuangan komparatif disajikan, akuntan harus menerbitkan laporan semestinya yang mencakup setiap periode yang disajikan sesuai dengan ketentuan dalam Seksi ini.

Akuntan dapat memodifikasi laporannya berkaitan dengan satu atau lebih laporan keuangan untuk satu atau lebih periode, sementara menerbitkan laporan yang tidak dimodifikasi atas laporan keuangan lain yang disajikan.

Laporan keuangan komparatif. Laporan keuangan dua periode atau lebih yang disajikan dalam bentuk berkolom.

Akuntan penerus (continuing accountant). Akuntan yang telah mengadakan perikatan untuk mengaudit, me-review, atau mengkompilasi dan melaporkan laporan keuangan periode sekarang dan satu atau lebih periode berurutan segera sebelum periode sekarang.

Laporan mutakhiran (updated report). Suatu laporan yang diterbitkan oleh akuntan penerus yang mempertim&angkan informasi yang diketahuinya dari perikatan sekarang dan menyatakan kembali simpulan sebelumnya, atau sesuai dengan keadaan, menyatakan simpulan yang berbeda atas laporan keuangan periode sebelumnya pada tanggal laporannya sekarang.

Laporan yang diterbitkan kembali. Suatu laporan yang diterbitkan setelah tanggal asli yang berkaitan dengan tanggal sama dengan laporan asli. Laporan yang diterbitkan kembali mungkin memerlukan revisi karena pengaruh peristiwa khusus. Dalam keadaan ini, laporan harus diberi tanggal ganda, yaitu tanggal asli dan tanggal terpisah untuk dampak dari peristiwa tersebut.

Laporan Bentuk Baku Akuntan Penerus

Akuntan penerus yang melaksanakan jasa yang sama tingkatnya atau lebih tinggi berkaitan dengan laporan keuangan periode sekarang harus memutakhirkan laporannya atas laporan keuangan periode sebelumnya yang disajikan bersama dengan laporan keuangan periode sekarang. Akuntan penerus yang melaksanakan jasa pada tingkat yang lebih rendah berkaitan dengan laporan keuangan periode sekarang harus mencantumkan suatu penjelasan tanggung jawab yang dipikulnya untuk laporan keuangan periode sebelumnya dalam suatu paragraf terpisah dalam laporannya atau menerbitkan kembali laporannya atas laporan keuangan periode sebelumnya.

Akuntan penerus yang melaksanakan kompilasi atas laporan keuangan periode sekarang dan yang sebelumnya telah me-review laporan keuangan satu periode atau lebih harus melaporkan berikut ini:

a. Menerbitkan laporan kompilasi atas laporan keuangan periode sekarang yang mencakup penjelasan tentang tanggung jawab yang dipikulnya atas laporan keuangan periode sebelumnya. Penjelasan tersebut harus mencakup tanggal asli laporan akuntan dan harus juga menyatakan bahwa is tidak melakukan prosedur dalam hubungannya dengan perikatan review setelah tanggal tersebut.

b. Mengkombinasikan laporan kompilasi atas laporan keuangan periode sekarang dengan laporan review atas laporan keuangan periode sebelumnya yang diterbitkan kembali atau menyajikannya secara terpisah. Laporan kombinasi tersebut harus menyatakan bahwa akuntan tidak melaksanakan prosedur dalam hubungannya dengan perikatan review setelah tanggal laporan review-nya.

Pengacuan Yang Diubah Oleh Akuntan Penerus Ke Penyimpangan Dart Prinsip Akuntansi Yang Berlaku Umum Di Indonesia

Dalam perikatannya sekarang, akuntan harus waspada terhadap adanya keadaan atau peristiwa yang dapat berdampak terhadap laporan keuangan periode sebelumnya yang disajikan, termasuk kecukupan pengungkapan informatif. Akuntan harus mempertimbangkan dampak keadaan atau peristiwa yang diketahuinya terhadap laporannya atas laporan keuangan periode sebelumnya.

Bila laporan akuntan atas laporan keuangan periode sebelumnya berisi suatu pengacuan yang diubah ke penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, laporannya harus mencantumkan paragraf penjelasan terpisah yang menunjukkan:

a. Tanggal laporan akuntan sebelumnya.

b. Keadaan atau peristiwa yang menyebabkan pengacuan harus diubah.

c. Jika berlaku, bahwa laporan keuangan periode sebelumnya telah diubah.

Laporan Kompilasi Atau Review Akuntan Pendahulu Tidak Disajikan

Bila laporan keuangan periode sebelumnya telah dikompilasi atau di-review oleh akuntan pendahulu yang laporannya tidak disajikan dan akuntan pengganti tidak melakukan kompilasi atau review atas laporan keuangan tersebut, akuntan pengganti harus membuat acuan dalam paragraf tambahan pada laporannya atas laporan keuangan periode sekarang ke laporan akuntan pendahulu atas laporan keuangan periode sebelumnya. Pengacuan tersebut harus memuat hal-hal berikut ini:

a. Suatu pernyataan bahwa laporan keuangan periode sebelumnya telah dikompilasi atau di review oleh akuntan lain.

b. Tanggal laporan akuntan lain tersebut.

c. Suatu penjelasan tentang bentuk baku pernyataan tidak memberikan atau memberikan secara terbatas keyakinan, sesuai dengan yang semestinya dilakukan, yang dicantumkan dalam laporan tersebut.

d. Suatu penjelasan atau kutipan adanya modifikasi dari laporan baku dan adanya paragraf yang menekankan suatu masalah yang berkaitan dengan laporan keuangan.

Sebelum menerbitkan kembali laporan kompilasi atau review atas laporan keuangan periode sebelumnya, akuntan pendahulu harus mempertimbangkan apakah laporannya masih memadai. Dalam memutuskan hal itu, akuntan pendahulu harus mempertimbangkan bentuk dan cara penyajian sekarang laporan keuangan periode sebelumnya, peristiwa kemudian yang sebelumnya tidak diketahui, dan perubahan dalam laporan keuangan yang memerlukan penambahan atau penghilangan modifikasi terhadap laporan baku.

Akuntan pendahulu harus melaksanakan prosedur berikut ini sebelum melakukan penerbitan kembali laporan kompilasi atau review atas laporan keuangan periode sebelumnya:

a. Membaca laporan keuangan periode sekarang dan laporan akuntan pengganti.

b. Membandingkan laporan keuangan periode sebelumnya dengan laporan keuangan yang diterbitkan sebelumnya dan dengan laporan keuangan periode sekarang.

c. Memperoleh surat dari akuntan pengganti yang menunjukkan apakah ia mengetahui masalah yang menurut pendapatnya dapat berdampak material terhadap laporan keuangan, termasuk pengungkapannya, yang dilaporkan oleh akuntan pendahulu. Akuntan pendahulu harus tidak mengacu ke surat tersebut atau ke laporan akuntan pengganti dalam laporan yang diterbitkan kembali tersebut.

Bila akuntan pendahulu mengetahui informasi, termasuk informasi tentang peristiwa atau transaksi yang terjadi setelah tanggal laporan periode sebelumnya, yang diyakininya dapat berdampak terhadap laporan keuangan periode sebelumnya atau laporannya atas laporan keuangan tersebut, ia harus meminta keterangan atau melakukan prosedur analitik yang sama dengan langkah yang dilakukan jika ia mengetahui informasi tersebut pada tanggal laporannya atas laporan keuangan periode sebelumnya dan melakukan prosedur lain yang dipandang perlu dalam keadaan tersebut. Sebagai contoh, akuntan pendahulu dapat melakukan pembahasan informasi ini dengan akuntan pengganti atau melakukan review atas kertas kerja akuntan pengganti yang berkaitan dengan masalah-masalah yang berdampak terhadap laporan keuangan periode sebelumnya. Jika berdasarkan informasi yang diperoleh, akuntan pendahulu memutuskan bahwa laporannya atas laporan keuangan periode sebelumnya harus direvisi.

Jika laporari keuangan periode sebelumnya telah diubah, akuntan pendahulu atau akuntan pengganti harus melaporkan laporan keuangan tersebut sebagai laporan yang dinyatakan kembali. Jika akuntan sebelumnya menerima tanggung jawab pelaporan, ia harus mengikuti panduan dalam paragraf 20 s.d. 24. Jika akuntan pengganti melaporkan laporan keuangan tersebut, ia harus mematuhi standar kompilasi atau review PSAR No. 01 (SAR Seksi 100) (atau melaksanakan audit) yang berkaitan dengan laporan keuangan periode sebelumnya yang dinyatakan kembali tersebut dan melaporkan laporan keuangan tersebut sebagaimana mestinya.

Pelaporan atas laporan keuangan yang sebelumnya Tidak menghilangkan seluruh pengungkapan

Akuntan yang mengkompilasi, me-review, atau mengaudit laporan keuangan yang tidak menghilangkan semua pengungkapan yang diwajibkan oleh prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, dapat kemudian diminta untuk melakukan kompilasi laporan keuangan untuk periode yang sama dengan menghilangkan semua pengungkapan pada waktu disajikan dalam laporan keuangan komparatif.

Transisi

Akuntan penerus yang sebelumnya menerbitkan pernyataan tidak memberi pendapat sesuai dengan SA Seksi 504 [PSA No. 26] Pengaitan Nama Auditor dengan Laporan Keuangan, atas laporan keuangan periode sebelumnya suatu entitas nonpublik yang disajikan dengan laporan keuangan untuk periode yang berakhir pada atau setelah 1 Oktober 1999, harus menerbitkan kembali laporan sebelumnya atas laporan keuangan periode sebelumnya semacam itu, mencantumkan dalam laporannya atas laporan keuangan periode sekarang suatu penjelasan tentang tanggung jawab yang dipikulnya atas laporan keuangan periode sebelumnya, atau mematuhi standar kompilasi atau review dalam SAR Seksi 100 [PSAR No. 01 Kompilasi dan Review atas Laporan Keuangan (atau melaksanakan audit) yang berkaitan dengan laporan keuangan periode sebelumnya tersebut dan melaporkannya dengan semestinya.

SAR 300 ( Lap. Kompilasi atas Lap. Keuangan yang Dimasukkan dalam Formulir Tertentu)

Seksi ini juga memberikan panduan tambahan yang berlaku untuk laporan atas laporan keuangan yang dimasukkan ke dalam formulir tertentu. Untuk tujuan Seksi ini, suatu formulir tertentu adalah formulir baku yang telah dicetak sebelumnya (preprinted form) yang didesain atau diberlakukan oleh badan yang kepadanya formulir tersebut harus diserahkan. Sebagai contoh adalah formulir yang digunakan oleh asosiasi industri perdagangan, lembaga kredit, bank, dan badan pemerintah, badan pengatur selain yang berkaitan dengan penjualan atau perdagangan sekuritas. Suatu formulir yang didesain atau diberlakukan oleh entitas yang laporan keuangannya harus dikompilasi tidak dipandang sebagai suatu formulir tertentu. Istilah laporan keuangan dan entitas nonpublik didefinisikan dalam paragraf 4 SAR Seksi 100 [PSAR No. 01] Kompilasi dan Review atas Laporan Keuangan.

Jika akuntan menjadi tahu tentang penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia selain penyimpangan yang mungkin dituntut oleh formulir tertentu atau perintah yang bersangkutan ini), ia harus mengikuti panduan dalam paragraf 39 s.d 41 SAR Seksi 100 [PSAR No. 01] Kompilasi dan Review atas Laporan Keuangan, tentang penyimpangan seperti itu ini). (Kalimat yang mendahului paragraf terpisah dalam laporan akuntan yang mengungkapkan penyimpangan tersebut dapat berbunyi sebagai berikut: "Namun, kami menjadi tahu suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang tidak dituntut oleh formulir tertentu atau perintah yang berkaitan, yang dijelaskan dalam paragraf berikut ini.") Jika akuntan menjadi tahu tentang penyimpangan dari persyaratan formulir tertentu atau perintah yang bersangkutan, ia harus mempertimbangkan bahwa penyimpangan tersebut sama dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dalam menentukan dampaknya terhadap laporannya.

Akuntan dilarang menandatangani suatu formulir laporan yang telah dicetak sebelumnya yang tidak sesuai dengan panduan dalam Seksi ini atau SAR Seksi 100 [PSAR No. 01] Kompilasi dan Review atas Laporan Keuangan. Dalam situasi semacam ini, akuntan harus menambahkan laporan semestinya terhadap formulir tertentu tersebut.

SAR 400 (Komunikasi antara Akuntan Pendahulu dengan Akuntan Pengganti)

Seksi ini memberikan panduan bagi akuntan pengganti yang memutuskan untuk melakukan komunikasi dengan akuntan pendahulu tentang penerimaan suatu perikatan untuk mengkompilasi atau me-review laporan keuangan entitas nonpublik. Komunikasi ini menuntut akuntan pendahulu untuk memberikan tanggapan segera dan secara penuh terhadap komunikasi ini dalam keadaan yang biasa. Seksi ini juga memberikan panduan tentang permintaan keterangan tambahan yang dapat dilakukan oleh akuntan pengganti kepada akuntan pendahulu, dan tanggapan akuntan pendahulu, untuk memudahkan pelaksanaan perikatan kompilasi atau review. Seksi ini juga mengharuskan akuntan pengganti yang menjadi tahu tentang informasi yang membuat ia yakin bahwa laporan keuangan yang dilaporkan oleh akuntan pendahulu mungkin memerlukan revisi dan meminta klien mengkomunikasikan informasi ini kepada akuntan pendahulu.

Akuntan pengganti. Seorang akuntan yang telah diundang untuk membuat proposal untuk suatu perikatan kompilasi atau review laporan keuangan atau yang telah menerima perikatan tersebut.

Akuntan pendahulu. Seorang akuntan yang telah menarik diri atau yang telah diberitahu bahwa jasanya telah dihentikan dan yang, minimum, mengadakan perikatan untuk mengkompilasi laporan keuangan suatu entitas untuk tahun yang lalu atau untuk suatu periode yang berakhir dalam jangka waktu dua betas bulan dari tanggal laporan keuangan yang harus dikompilasi atau di-review oleh akuntan pengganti.

Permintaan Keterangan Tentang Penerimaan Suatu Perikatan

Akuntan pengganti tidak diharuskan untuk berkomunikasi dengan akuntan pendahulu dalam kaitannya dengan penerimaan suatu perikatan kompilasi atau review, namun ia dapat memutuskan untuk melakukan komunikasi tersebut, sebagai contoh, jika terdapat kondisi berikut ini:

a. Informasi yang diperoleh tentang calon klien dan manajemen dan pemiliknya terbatas atau tampaknya memerlukan perhatian khusus.

b. Perubahan akuntan terjadi jauh setelah akhir periode akuntansi yang dicakup oleh laporan keuangan yang harus dikompilasi atau di-review.

c. Seringkali terjadi pergantian akuntan.

Kecuali yang diizinkan oleh Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik, akuntan dilarang mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dalam pelaksanaan perikatan profesionalnya tanpa seizin kliennya. Oleh karena itu, pada waktu akuntan pengganti memutuskan untuk berkomunikasi dengan akuntan pendahulu, ia harus meminta kepada klien untuk mengizinkan ia melakukan permintaan keterangan kepada akuntan pendahulu, dan mengizinkan akuntan pendahulu untuk memberikan tanggapan sepenuhnya terhadap permintaan keterangan tersebut. Jika klien menolak untuk memenuhi seluruh permintaan ini, akuntan pengganti harus mempertimbangkan alasan tentang, dan implikasinya terhadap, penolakan tersebut dalam kaitannya dengan penerimaan perikatan tersebut.

Bila akuntan pengganti memutuskan untuk berkomunikasi dengan akuntan pendahulu, pertanyaannya dapat berupa lisan atau tertulis dan biasanya mencakup permintaan keterangan tentang informasi yang berkaitan dengan integritas manajemen (pemilik), ketidaksepakatan dengan manajemen (pemilik) tentang prinsip akuntansi atau perlunya pelaksanaan prosedur tertentu, kerjasama manajemen (pemilik) dalam penyediaan informasi tambahan atau revisian, jika diperlukan, dan pemahaman akuntan pendahulu tentang alasan perubahan akuntan.

Bila akuntan pengganti memutuskan untuk berkomunikasi dengan akuntan pendahulu, pertanyaannya dapat berupa lisan atau tertulis dan biasanya mencakup permintaan keterangan tentang informasi yang berkaitan dengan integritas manajemen (pemilik), ketidaksepakatan dengan manajemen (pemilik) tentang prinsip akuntansi atau perlunya pelaksanaan prosedur tertentu, kerjasama manajemen (pemilik) dalam penyediaan informasi tambahan atau revisian, jika diperlukan, dan pemahaman akuntan pendahulu tentang alasan perubahan akuntan.

Laporan Keuangan Yang Dilaporkan Oleh Akuntan Pendahulu

Jika dalam pelaksanaan perikatannya akuntan pengganti menjadi tahu tentang informasi yang menyebabkan ia yakin bahwa laporan keuangan yang dilaporkan oleh akuntan pendahulu kemungkinan memerlukan revisi, ia harus meminta kliennya untuk mengkomunikasikan informasi tersebut kepada akuntan pendahulu

SAT 500 (Atestasi Kepatuhan)

Seksi ini memberikan panduan bagi perikatan yang berkaitan dengan asersi tertulis manajemen tentang kepatuhan entitas terhadap persyaratan perundangan, peraturan, ketentuan, kontrak, atau hibah tertentu atau efektivitas struktur pengendalian intern entitas atas kepatuhan terhadap persyaratan tertentu. Asersi manajemen dapat berkaitan dengan persyaratan kepatuhan baik yang bersifat keuangan maupun nonkeuangan.

Suatu laporan yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan dalam Seksi ini tidak memberikan ketetapan secara hukum tentang kepatuhan entitas terhadap persyaratan tertentu. Namun, laporan tersebut dapat bermanfaat bagi penasihat hukum atau yang lain dalam membuat ketetapan tersebut.

Praktisi dapat menerima perikatan untuk melaksanakan prosedur yang disepakati untuk membantu pemakai dalam mengevaluasi asersi tertulis manajemen tentang kepatuhan entitas terhadap persyaratan tertentu, efektivitas pengendalian intern terhadap kepatuhan atau keduanya.

Praktisi mungkin mengadakan perikatan untuk memeriksa asersi manajemen tentang efektivitas pengendalian intern terhadap kepatuhan. Namun, sesuai dengan SAT Seksi 100 (PSAT No. 07) Standar Atestasi, praktisi tidak dapat menerima perikatan tersebut kecuali jika manajemen menggunakan kriteria masuk akal yang telah dibuat oleh badan yang diakui atau dinyatakan dalam penyajian asersi manajemen.

Praktisi dilarang menerima suatu perikatan untuk melaksanakan suatu review, sebagaimana didefinisikan dalam SAT Seksi 100 [PSAT No. 07] StandarAtestasi paragraf 40, atas asersi manajemen tentang kepatuhan entitas terhadap persyaratan tertentu atau tentang efektivitas pengendalian intern atas kepatuhan.

Perikatan Prosedur Yang Disepakati

Tujuan praktisi dalam perikatan prosedur yang disepakati adalah untuk menyajikan temuan-temuan tertentu yang membantu pemakai dalam mengevaluasi asersi manajemen tentang kepatuhan entitas terhadap persyaratan tertentu atau tentang efektivitas pengendalian intern terhadap kepatuhan berdasarkan prosedur yang disepakati oleh pemakai laporan tersebut.

Prosedur yang digunakan oleh praktisi umumnya dapat terbatas atau luas sebagaimana ditentukan oleh keinginan pemakai, sepanjang pemakai tertentu setuju atas prosedur yang telah dilaksanakan atau akan dilaksanakan dan bertanggung jawab atas memadainya prosedur yang disepakati untuk mencapai tujuan.

Untuk memenuhi persyaratan bahwa praktisi dan pemakai tertentu sepakat atas prosedur yang telah dilaksanakan atau yang akan dilaksanakan dan pemakai tertentu memikul tanggung jawab atas memadainya prosedur yang disepakati untuk mencapai tujuan, biasanya praktisi harus berkomunikasi langsung dengan dan memperoleh pengakuan dari setiap pemakai tertentu. Praktisi tidak harus melaporkan tentang suatu perikatan bilamana pemakai tertentu tidak setuju dengan prosedur yang telah dilaksanakan atau akan dilaksanakan dan tidak memikul tanggung jawab tentang memadainya prosedur untuk mencapai tujuan.

Perikatan Pemeriksaan

Tujuan prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan praktisi atas asersi manajemen tentang kepatuhan entitas terhadap persyaratan tertentu adalah untuk menyatakan pendapat tentang apakah asersi manajemen disajikan secara wajar dalam semua hal yang material berdasarkan kriteria yang disepakati . Untuk menyatakan pendapat semacam itu, praktisi harus mengumpulkan bukti dalam jumlah memadai yang mendukung asersi manajemen tentang kepatuhan entitas terhadap persyaratan tertentu, oleh karena itu membatasi risiko atestasi ke tingkat yang cukup rendah.

Risiko Atestasi

Risiko Atestasi adalah risiko yang dihadapi oleh praktisi yang secara tidak sadar gagal dalam memodifikasi secara semestinya pendapatnya atas asersi manajemen. Risiko ini terdiri dari risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi.

Untuk tujuan pemeriksaan kepatuhan, komponen tersebut didefinisikan sebagai berikut:

a. Risiko bawaan—Risiko dapat terjadinya ketidakpatuhan material terhadap persyaratan tertentu, dengan anggapan tidak ada kebijakan atau prosedur struktur pengendalian intern yang bersangkutan.

b. Risiko pengendalian—Risiko dapat terjadinya ketidakpatuhan material yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu dengan prosedur dan kebijakan struktur pengendalian intern entitas.

c. Risiko deteksi—Risiko prosedur yang dilaksanakan oleh praktisi mengakibatkan praktisi berkesimpulan tidak ada ketidakpatuhan, padahal kenyataannya ketidakpatuhan tersebut ada.

Praktisi harus menerapkan kemahiran profesionalnya dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi atas hasil prosedur pemeriksaannya dan tingkat semestinya keraguan profesionalnya untuk mencapai keyakinan memadai bahwa ketidakpatuhan material akan dapat dideteksi.

Perencanaan suatu perikatan untuk memeriksa asersi manajemen tentang kepatuhan entitas terhadap persyaratan tertentu meliputi pengembangan strategi menyeluruh untuk pelaksanaan dan lingkup yang diharapkan dalam perikatan tersebut.

Dalam menentukan dan memilih komponen yang akan diuji, praktisi harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini: tingkat berlakunya persyaratan kepatuhan tertentu di tingkat komponen, pertimbangan materialitas, tingkat sentralisasi catatan, efektivitas kebijakan dan prosedur lingkungan pengendalian, terutama yang berdampak terhadap pengendalian langsung manajemen terhadap pelaksanaan wewenang yang didelegasikan kepada orang lain dan kemampuannya dalam mengawasi aktivitas secara efektif di berbagai lokasi, sifat dan luasnya operasi yang dilaksanakan di berbagai komponen, dan kesamaan operasi dan pengendalian terhadap kepatuhan untuk berbagai komponen.

Pertimbangan praktisi atas peristiwa kemudian dalam pemeriksaan atas asersi manajemen tentang kepatuhan entitas terhadap persyaratan tertentu adalah sama dengan pertimbangan auditor atas peristiwa kemudian dalam audit atas laporan keuangan.

Dua tipe peristiwa kemudian memerlukan pertimbangan oleh manajemen dan oleh praktisi.

1. Tipe pertama adalah peristiwa yang memberikan informasi tambahan tentang kepatuhan entitas selama periode yang dicakup oleh asersi manajemen dan kemungkinan berdampak terhadap asersi manajemen, dan oleh karena itu, terhadap laporan praktisi. Untuk periode dari akhir periode pelaporan (atau titik waktu) sampai dengan tanggal laporan praktisi, praktisi harus melakukan prosedur untuk mengidentifikasi peristiwa yang memberikan informasi tambahan tentang kepatuhan selama periode tersebut. Prosedur tersebut mencakup, namun terbatas pada, permintaan keterangan tentang dan pertimbangan atas informasi berikut ini:

a. Laporan auditor intern yang relevan yang diterbitkan dalam periode kemudian.

b. Laporan praktisi lain yang mengidentifikasi ketidakpatuhan, yang diterbitkan dalam periode kemudian.

c. Laporan badan pengatur tentang ketidakpatuhan entitas, yang diterbitkan dalam periode kemudian.

d. Informasi tentang ketidakpatuhan entitas, yang diperoleh melalui perikatan professional lain terhadap entitas tersebut.

2. Tipe kedua berupa ketidakpatuhan yang terjadi dalam periode yang dicakup oleh asersi manajemen namun sebelum tanggal diterbitkannya laporan praktisi. Praktisi tidak bertanggung jawab untuk mendeteksi ketidakpatuhan semacam itu. Namun, praktisi dapat saja mengetahui adanya ketidakpatuhan, yang menurut sifatnya dan signifikannya, pengungkapan tentang peristiwa tersebut diperlukan untuk menjadikan asersi manajemen tidak menimbulkan salah tafsir.

Pelaporan

Bentuk laporan praktisi tergantung antara lain pada metode yang digunakan oleh manajemen dalam penyajian asersi tertulis:

a. Jika asersi manajemen disajikan dalam laporan terpisah yang akan melampiri laporan praktisi, praktisi harus menggunakan bentuk laporan sebagaimana dibahas dalam paragraph 52 dan 53.

b. Jika manajemen menyajikan asersinya hanya dalam bentuk surat representasi yang akan melampiri laporan praktisi, praktisi harus menggunakan bentuk laporan sebagaimana dibahas dalam paragraf 54 dan 55.

Suatu entitas dapat menerbitkan berbagai dokumen yang berisi informasi sebagai tambahan atas asersi manajemen tentang kepatuhan entitas terhadap persyaratan tertentu atau efektivitas pengendalian intern entitas terhadap kepatuhan dan laporan praktisi mengenai asersi manajemen tersebut.

Praktisi harus mengikuti panduan yang terdapat dalam SAT Seksi 400 [PSAT No. 05] .Pelaporan tentang Pengendalian InternSuatu Enti tas atas Pelaporan Keuangan paragraf 81 dan 82 jika ia yakin bahwa informasi lain tidak konsisten dengan informasi yang tercantum dalam laporan manajemen atau jika ia menyadari bahwa ia yakin terdapat salah saji fakta secara material.

SA 801 (Audit Kepatuhan yang Ditetapkan atas Entitas Pemerintahan dan Penerimaan Lain Bantuan Keuangan Pemerintah)

Seksi ini berisi standar untuk pengujian dan pelaporan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam perikatan, sebagaimana didefinisikan berikut ini, berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia dan Standar Audit Pemerintahan yang ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Seksi ini juga mencakup pelaporan atas pengendalian intern berdasarkan Standar Audit Pemerintahan.

Manajemen bertanggung jawab untuk menjamin bahwa entitas yang dikelolanya mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku atas aktivitasnya. Tanggung jawab ini mencakup pengidentifikasian peraturan perundang-undangan yang berlaku dan penyusunan pengendalian intern yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai bahwa entitas tersebut mematuhi peraturan perundang-undangan tersebut.

Dampak Undang-Undang Terhadap Laporan Keuangan

Karena bervariasinya persyaratan audit yang harus dipenuhi oleh entitas penerima bantuan keuangan pemerintah, auditor harus menerapkan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama untuk memastikan bahwa auditor dan manajemen memahami tipe perikatan yang harus dilaksanakan oleh auditor.

Manajemen juga bertanggung jawab untuk memperoleh jasa audit yang memenuhi persyaratan hukum dan peraturan atau kontrak yang relevan. Standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia tidak mengharuskan auditor untuk melaksanakan prosedur yang menurut pertimbangannya melampaui prosedur yang diperlukan untuk memperoleh bukti audit kompeten dalam merumuskan pendapatnya atas laporan keuangan. Oleh karena itu, jika selama audit atas laporan keuangan yang didasarkan pada standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, auditor menyadari bahwa entitas yang diaudit harus memenuhi persyaratan yang tidak dicakup oleh ketentuan dalam perikatan, auditor harus mengkomunikasikan hal ini kepada manajemen dan komite audit, atau pihak berwenang setara yang lain, bahwa audit yang didasarkan atas standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia tidak dapat memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan, atau kontrak yang relevan.

Audit kepatuhan dalam audit yang dilaksanakan Berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan akuntan Indonesia

Dalam audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan ikatan akuntan indonesia, tanggung jawab auditor untuk mempertimbangkan peraturan perundangundangan dan bagaimana dampaknya terhadap audit tersebut dijelaskan dalam SA Seksi 317 [PSA No. 31] dan SA Seksi 316 [PSA No. 70]. SA Seksi 317 paragraf 05 menyamakan tanggung jawab auditor untuk mendeteksi salah saji yang disebabkan oleh unsur pelanggaran hukum tertentu dengan tanggung jawab atas kekeliruan atau kecurangan yang lain sebagai berikut:

Auditor biasanya mempertimbangkan hukum dan peraturan yang dipahaminya sebagai hal yang memiliki pengaruh langsung dan material dalam penentuan jumlah jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, peraturan perpajakan mempengaruhi besarnya accrual dan besarnya jumlah yang diperlakukan sebagai beban dalam suatu periode akuntansi; demikian pula halnya dengan penerapan hukum dan peraturan akan mempengaruhi jumlah piutang pendapatan dalam kontrak kerja dengan pihak pemerintah. Namun, auditor lebih mempertimbangkan hukum dan peraturan dari sudut pandang hubungan hukum dan peraturan dengan tujuan audit yang ditentukan atas dasar pernyataan dalam laporan keuangan, daripada tinjauan sematamata dari sudut pandang hukum.

Meskipun kecurangan merupakan konsep hukum yang luas, kepentingan auditor berkaitan secara khusus ke tindakan kecurangan yang berakibat terhadap salah saji material dalam laporan keuangan. Faktor yang membedakan antara kecurangan dan kekeliruan adalah apakah tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah saji dalam laporan keuangan, berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja.

Oleh karena itu, auditor harus mendesain auditnya untuk memberikan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material sebagai akibat dari pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berdampak langsung dan material atas jumlah-jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan.

Entitas Pemerintahan

Entitas pemerintahan umumnya diatur oleh berbagai peraturan perundangundangan yang berdampak terhadap laporan keuangannya. Aspek penting prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang diterapkan dalam entitas pemerintahan adalah diakuinya berbagai aturan kontrak dan hukum yang khusus berlaku dalam lingkungan pemerintahan.

Auditor harus memperoleh pemahaman tentang kemungkinan dampak peraturan perundang-undangan terhadap laporan keuangan yang umumnya diperkirakan oleh auditor berdampak langsung dan material atas penentuan jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan. Auditor harus menentukan apakah manajemen telah mengidentifikasi peraturan perundang-undangan yang mempunyai pengaruh langsung dan material dalam penentuan jumlah-jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan entitas pemerintahan.

Dalam suatu audit atas laporan keuangan entitas pemerintahan, pemahaman ini mencakup pengetahuan tentang desain pengendalian intern yang relevan dengan asersi laporan keuangan yang dipengaruhi oleh kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berdampak langsung dan material terhadap penentuan jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan dan tentang apakah pengendalian intern tersebut telah dioperasikan. Dalam perencanaan audit, pengetahuan tersebut harus digunakan untuk mengidentifikasikan tipe salah saji potensial, untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang berdampak terhadap risiko salah saji material, dan untuk mendesain pengujian substantif. Penentuan risiko pengendalian oleh auditor atas asersi yang dipengaruhi oleh kepatuhan terhadap peraturan perundang undangan dapat dipengaruhi oleh pengendalian intern dalam semua komponen pengendalian intern (lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan).

Entitas Lain yang Menerima Bantuan Keuangan Pemerintah

Pemerintah memberikan bantuan keuangan kepada entitas lain, termasuk organisasi nirlaba dan perusahaan. Di antara bantuan keuangan pemerintah adalah bantuan (grant) berbentuk kas atau aktiva lain, pinjaman, jaminan pinjaman, subsidi tariff bunga. Dengan menerima bantuan tersebut, bail( entitas pemerintahan maupun nonpemerintah dapat terkena peraturan perundang-undangan yang mungkin berdampak langsung dan material terhadap penentuan jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan.

Tanggung jawab auditor untuk mendeteksi salah saji material laporan keuangan sebagai akibat dari pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berdampak langsung dan material atas penentuan jumlah-jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan.

Auditor harus mendokumentasikan prosedur yang dilaksanakan untuk mengevaluasi kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berdampak langsung dan material dalam penentuan jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan.

SA Seksi 333 [PSA No. 17] Representasi Manajemen, mengharuskan auditor untuk memperoleh representasi tertulis dari manajemen sebagai bagian dari audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Di antara masalah yang dimasukkan dalam representasi tersebut adalah "pelanggaran atau kemungkinan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang dampaknya harus dipertimbangkan untuk pengungkapan dalam laporan keuangan atau sebagai dasar untuk pencatatan kerugian bersyarat."

Pelaporan Berdasarkan Standar Audit Pemerintahan

Entitas pemerintahan, organisasi nirlaba, atau perusahaan dapat menugasi auditor untuk mengaudit laporan keuangan entitas tersebut berdasarkan Standar Audit Pemerintahan. Dalam melaksanakan audit berdasarkan Standar Audit Pemerintahan, auditor memikul tanggung jawab melampaui tanggung jawab yang dipikulnya dalam audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia untuk melaporkan tentang kepatuhan dengan peraturan perundang-undangan dan tentang pengendalian intern. Dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan entitas pemerintah atau penerima lain bantuan keuangan pemerintah yang melakukan penawaran efek melalui pasar modal, auditor wajib mematuhi ketentuan Undang-Undang Pasar Modal.

Auditor dapat melaporkan masalah kepatuhan terhadap peraturan perundang undangan dan pengendalian intern dalam laporan audit atas laporan keuangan atau dalam suatu laporan terpisah. Apabila auditor melaporkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan pengendalian intern dalam laporan audit atas laporan keuangan, maka auditor harus mencantumkan dalam suatu paragraf pengantar yang menjelaskan pokok-pokok temuan utama dari audit atas laporan keuangan dan dari pengujian atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta pelaksanaan pengendalian intern.

ketidakpatuhan material didefinisikan sebagai kegagalan mematuhi persyaratan, atau pelanggaran terhadap larangan, batasan dalam peraturan, kontrak, atau bantuan yang menyebabkan auditor berkesimpulan bahwa kumpulan salah saji (estimasi terbaik auditor tentang total salah saji) sebagai akibat kegagalan atau pelanggaran tersebut adalah material bagi laporan keuangan. Bila prosedur yang dilaksanakan oleh auditor mengungkapkan ketidakpatuhan material, auditor harus memodifikasi pernyataan keyakinan positif dan negatif dalam laporan auditnya.

Auditor harus melaporkan hal material dari ketidakpatuhan terlepas apakah akibat salah saji telah dikoreksi dalam laporan keuangan entitas. Auditor dapat mengharapkan untuk memasukkan suatu pernyataan tentang apakah salah saji sebagai akibat hal material dari ketidakpatuhan telah dikoreksi dalam laporan keuangan atau suatu pernyataan yang menjelaskan dampak salah saji tersebut dalam laporannya atas laporan keuangan pokok.

Standar Audit Pemerintahan mengharuskan auditor untuk melaporkan hal-hal atau indikasi unsur perbuatan melanggar/melawan hukum yang dapat berakibat ke penuntutan pidana. Namun, auditor tidak memiliki keahlian untuk menyimpulkan tentang apakah suatu unsur pelanggaran hukum atau kemungkinan pelanggaran hukum dapat berakibat ke penuntutan pidana. Oleh karena itu, dalam mematuhi persyaratan untuk melaporkan hal-hal atau indikasi adanya unsur pelanggaran hokum yang dapat berakibat ke penuntutan pidana, auditor dapat memilih untuk melaporkan semua unsur pelanggaran hukum atau kemungkinan unsur pelanggaran hukum yang ditemukan.

Pelaporan Atas Pengendalian Intern

Konsisten dengan SA Seksi 325 [PSA No. 35] Komunikasi Masalah yang Berhubungan dengan Pengendalian Intern yang Ditemukan dalam Suatu Audit, auditor harus mengkomunikasikan setiap kondisi yang dapat dilaporkan yang ditemukan selama auditnya; namun, pelaporan atas pengendalian intern berdasarkan Standar Audit Pemerintahan berbeda dengan pelaporan hal yang sama berdasarkan SA Seksi 325. Standar Audit Pemerintahan mengharuskan auditor membuat laporan tertulis atas pengendalian intern dalam semua audit; SA Seksi 325 [PSA No. 35] mengharuskan komunikasi—lisan atau tertulis—hanya jika auditor telah menemukan kondisi yang dapat dilaporkan. Standar Audit Pemerintahan mengharuskan suatu gambaran setiap kondisi yang dapat dilaporkan yang ditemukan, termasuk identifikasi kondisi yang dipandang merupakan kelemahan material.

Standar Audit Pemerintahan mengharuskan bahwa laporan auditor tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan pengendalian intern menggambarkan lingkup pekerjaannya dalam pemerolehan suatu pemahaman tentang pengendalian intern dan dalam penentuan risiko audit. Auditor dapat memenuhi persyaratan ini dengan menyatakan bahwa ia telah memperoleh suatu pemahaman tentang pengendalian intern yang relevan dan apakah pengendalian intern tersebut telah dioperasikan dan bahwa ia telah menentukan risiko pengendalian.

Paragraf 6.28 Standar Audit Pemerintahan mengatur: “Apabila informasi tertentu dilarang untuk diungkapkan kepada umum, laporan audit harus menyatakan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan persyaratan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut”.

Bilamana auditor telah menemukan kondisi yang dapat dilaporkan dalam audit atas laporan keuangan yang didasarkan atas Standar Audit Pemerintahan, laporan auditor tentang pengendalian intern harus berisi:

a. Suatu pernyataan bahwa auditor telah mengaudit laporan keuangan dan suatu pengacuan ke laporan auditor atas laporan keuangan, termasuk suatu penjelasan setiap penyimpangan dari laporan baku.

b. Suatu pernyataan bahwa audit telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia dan Standar Audit Pemerintahan yang ditetapkan Badan Pemeriksa Keuangan.

c. Suatu pernyataan bahwa, dalam perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan keuangan, auditor telah mempertimbangkan pengendalian intern entitas untuk menentukan prosedur audit yang ditujukan untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan dan tidak untuk memberikan keyakinan atas pengendalian intern.

d. Suatu pernyataan bahwa penyusunan dan pemeliharaan pengendalian intern merupakan tanggung jawab manajemen.

e. Suatu penjelasan tujuan, lingkup, dan keterbatasan bawaan setiap pengendalian intern.

f. Suatu gambaran pengendalian intern entitas, yang dipandang sebagai bagian dari pemahaman auditor atas pengendalian intern entitas.

g. Suatu penjelasan lingkup pekerjaan auditor, yang menyatakan bahwa auditor memperoleh suatu pemahaman tentang desain pengendalian intern yang relevan, menentukan apakah pengendalian intern tersebut dioperasikan, dan menentukan risiko pengendalian.

h. Definisi kondisi yang dapat dilaporkan.

i. Suatu penjelasan kondisi yang dapat dilaporkan yang ditemukan dalam audit.

j. Definisi kelemahan material.

k. Suatu pernyataan tentang apakah auditor yakin bahwa setiap kondisi yang dilaporkan sebagaimana dijelaskan dalam laporannya merupakan kelemahan material, jika demikian, identifikasi kelemahan material yang ditemukan.

l. Jika berlaku, suatu pernyataan bahwa masalah-masalah lain tentang pengendalian intern dan operasinya telah dikomunikasikan kepada manajemen dalam surat terpisah.

m. Suatu pernyataan bahwa laporan dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada komite audit, manajemen, dan badan legislatif atau badan pengatur tertentu, namun tidak dimaksudkan untuk membatasi distribusinya, jika hal ini menyangkut catatan publik.

ILMU DAN MORAL

BAB I

PENDAHULUAN

Ilmu Sejarah telah dapat membuktikan tentang pengungkapan ilmiah manusia yang sangat menonjol di dunia adalah di zaman Yunani Kuno (abad IV dan V S.M). Bangsa Yunani ditakdirkan Allah sebagai manusia yang mempunyai akal jernih. Bagi mereka ilmu itu adalah suatu keterangan rasional tentang sebab-musabab dari segala sesuatu didunia ini. Dunia adalah kosmos yang teratur dengan aturan kausalitas yang bersifat rasional. Demikianlah tiga dasar yang menguasai ilmu orang Yunani pada waktu itu, yaitu: Kosmos, Kausalitas dan Rasional.

Pada hakikatnya kelahiran cara berfikir ilmiah itu merupakan suatu revolusi besar dalam dunia ilmu pengetahuan, karena sebelum itu manusia lebih banyak berpikir menurut gagasan-gagasan magi dan mitologi yang bersifat gaib dan tidak rasional.

Dengan berilmu dan berfilsafat manusia ingin mencari hakikat kebenaran daripada segala sesuatu Dalam berkelana mencari pengetahuan dan kebenaran itu menusia pada akhirnya tiba pada kebenaran yang absolut atau yang mutlak yaitu ‘Causa Prima’ daripada segala yang ada yaitu Allah Maha Pencipta, Maha Besar, dan mengetahui. Oleh karena itu kita setuju apabila disebutkan bahwa manusia itu adalah mahluk pencari kebenaran. Di dalam mencari kebenaran itu manusia selalu bertanya.

Dalam kenyataannya makin banyak manusia makin banyaklah pertanyaan yang timbul. Manusia ingin mengetahui perihal sangkanparannya, asal mula dan tujuannya, perihal kebebasannya dan kemungkinan-kemungkinannya. Dengan sikap yang demikian itu manusia sudah menghasilkan pengetahuan yang luas sekali yang secara sistematis dan metodis telah dikelompokan kedalam berbagai disiplin keilmuwan. Namun demikian karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sejumlah besar pertanyaan tetap relevan dan aktual seperti yang muncul pada ribuan tahun yang lalu, yang tidak terjawab oleh Ilmu pengetahuan seperti antara lain: tentang asal mula dan tujuan manusia, tentang hidup dan mati, tentang hakikat manusia sebagainya.

Ketidakmampuan Ilmu pengetahuan dalam menjawab sejumlah pertanyaan itu, maka Filasafat tempat menampung dan mengelolahnya. Filsafat adalah ilmu yang tanpa batas, tidak hanya menyelidiki salah satu bagian dari kenyataan saja, tetapi segala apa yang menarik perhatian manusia.

J. Arthur Thompson dalam bukunya” An Introducation to Science” menuliskan bahwa ilmu adalah diskripsi total dan konsisten dari fakta-fakta empiri yang dirumuskan secara bertanggung jawab dalam istilah- istilah yang sederhana mungkin.

Untuk menjelaskan perbedaan antara Ilmu Pengetahuan dan Filsafat, baiklah dikemukakan rumusan Filsafat dari filsuf ulung Indonesia Prof. DR. N. Driyarkara S.Y., yang mengatakan “Filsafat adalah pikiran manusia yang radikal, artinya yang dengan mengesampingkan pendirian-pendirian dan pendapat- pendapat yang diterima saja, mencoba memperlihatkan pandangan yang merupakan akar dari lain-lain pandangan dan sikap praktis. Jika filsafat misalnya bicara tentang masyarakat, hukum, sisiologi, kesusilaan dan sebagainya, di satu pandangan tidak diarahkan ke sebab-sebab yang terdekat, melainkan ‘ke’mengapa’ yang terakhir sepanjang kemungkinan yang ada pada budi manusia berdasarkan kekuatannya itu.

“Filsafat adalah ilmu Pengetahuan dan Teknologi, filsafat tidak memperlihatkan banyak kemajuan dalam bidang penyelidikan. Ilmu pengetahuan dan Teknologi bahkan melambung tinggi mencapai era nuklir dan sudah diambang kemajuan dalam mempengaruhui penciptaan dan reproduksi manusia itu sendiri dengan revolusi genitika yang bermuara pada bayi tabung I di Inggris serta diambang kelahiran kurang lebih 100 bayi tabung yang sudah hamil tua.

Di satu pihak fakta yang tak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berutang kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, berupa penciptaan sarana yang memudahkan pemenuhan kebutuhan manusia untuk hidup sesuai dengan kodratnya. Inilah dampak positifnya disatu pihak sedangkan dipihak lainnya bdampak negatifnya sangat menyedihkan.

Bahwa ilmu yang bertujuan menguasai alam, sering melupakan faktor eksitensi manusia, sebagai bagian daripada alam, yang merupakan tujuan pengembangan ilmu itu sendiri kepada siapa manfaat dan kegunaannya dipersembahkan. Kemajuan ilmu teknologi bukan lagi meningkatkan martabat manusia itu, tetapi bahkn harus dibayar dengan kebahagiaannya. Berbagai polusi dan dekadensi dialami peradaban manusia disebabkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu. Dalam usahanya pendidikan keilmuwan bukanlah semata-mata ditujukan untuk menghasilkan ilmuwan yang pandai dan trampil, tetapi juga bermoral tinggi.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ilmu

Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

Contoh: Ilmu alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi kedalam hal yang bahani (materiil saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi sesuai untuk menjadi perawat.

Kata ilmu sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Arab "ilmu” yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan lain sebagainya.

Untuk membahas pengertian ilmu yang lebih dalam terlebih dahulu perlu diketahui mengenai filsafat ilmu itu sendiri.

Filsafat ilmu sangat penting peranannya terhadap penalaran manusia untuk membangun ilmu. Sebab, filsafat ilmu akan menyelidiki, menggali, dan menelusuri sedalam, sejauh, dan seluas mungkin semua tentang hakikat ilmu. Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan akar dari semua ilmu dan pengetahuan.

Yang dimaksud dengan filsafat ilmu adalah studi sistematik mengenai sifat hakikat ilmu, khususnya yang berkenaan dengan metodenya dan kedudukannya di dalam skema umum disiplin ilmu. Untuk mendapatkan gambaran singkat tentang pengertian filsafat ilmu dapatlah dicermati rangkuman ranah telaah yang tercakup dalam filsafat ilmu, seperti berikut :

· Filsafat ilmu adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu, terhadap symbol-symbol yang digunakan, dan terhadap struktur penalaran tentang system symbol yang digunakan. Telaah kritis diarahkan untuk mengkaji ilmu empirik dan juga ilmu rasional, juga untuk membahas studi-studi bidang moral dan estmoral, studi sejarah, antropologi, geologi dll.

· Metode yang diangkat biasanya dinyatakan dengan istilah induktif, deduktif, hipotesis, data, penemuan dan verifikasi. Selanjutnya secara mendalam dinyatakan dengan istilah ekperimentasi, pengukuran, klasifikasi, dan idealisasi.

· Filsafat ilmu adalah suatu upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep dan upaya membuka tabir dasar-dasar empiris (ke-empirisan) dan dasar-dasar rasional (ke-rasionalan). Aspek filsafat sangat erat hubungannya dengan hal ihwal yang logis dan etimologis. Sehingga peran yang dilakukan adalah ganda. Pada sisi pertama filsafat ilmu mencakup analisis kritis terhadap “anggapan dasar”, seperti waktu, ruang, jumlah /kuantitas, mutu/kualitas dan hukum. Sisi lain filsafat ilmu menelaah keyakinan menganai penalaran proses-proses alami.

· Filsafat ilmu merupakan studi gabungan yang terdiri dari beberapa kajian, yang diajukan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu. Juga berperan untuk menganalisis hubungan atau antar hubungan yang ada pada kajian satu terhadap kajian yang lain.

2.1.1 Beberapa Terminologi Filsafat Ilmu:

Menurut Robert Ackermann :Sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang membandingkan dengan pendapat terdahulu yang telah dibuktikan

Lewis White Beck:Mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah, serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan

Cornelius Benyamin Cabang pengetahuan filsafati yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya, praanggapan-praanggapannya , serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang intelektual

May Brobeck : Sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukiasan, dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.

2.1.2 Tujuan dan Manfaat Filsafat Ilmu

1. Sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah

2. Usaha merefleksi , menguji, menkritik asumsi dan metode keilmuan

3. Memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Karena setiap metode ilmiah keilmuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan rasional.

Manfaat mempelajari filsafat ilmu pengetahuan:

· Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan perindustrian dalam batasan nilai ontologis. Melalui paradigma ontologism diharapkan dapat mendorong pertumbuhan wawasan spiritual keilmuan yang mampu mengatasi bahaya sekularisme ilmu pengetahuan.

· Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan pertindustrian dalam batasan nilai epistemologis. Melalaui paradigma epistemologis diharapkan akan mendorong pertumbuhan wawasan intelektual keilmuan yang mampu membentuk sikap ilmiah

· Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan perindustrian dalam batasan axiology. Melalui paradigma axiologis diharapkan dapat menumbuhkembangkan nilai-nilai etis, serta mendorong perilaku adil dan membentuk moral tanggung jawab. Ilmu pengetahuan dan teknologi dipertanggung jawabkan bukan unntuk kepentungan manusia, namun juga untuk kepentingan obyek alam sebagai sumber kehidupan

· Menyadarkan seorang-orang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir “menara gading”, yakni hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa mengkaitkan dengan kenyataan yang ada di luar dirinya. Kenyataan sesungguhnya bahwa setiap aktivitas keilmuan nyaris tidak dapat dilepaskan dari konteks kehidupan sosial kemasyarakatan

2.2.2 Ilmu Pengetahuan

Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri. Penjelasan ini akan memungkinkan kita untuk meramalkan apa yang akan terjadi

Ilmu dan kebenaran ibarat dua sisi dari sekeping mata uang [two sides of some coin]. Dengan kata lain, “ if one were to speak about truth or reality one has to investigate how to know what reality is”

Netralitas ilmu: Ilmu itu sendiri bersifat netral tidak mengenal baik atau buruk, dan si pemilik pengetahuan itulah yang mempunyai sikap.

Ilmu pengetahuan pada dasarnya lahir dan berkembang sebagai konsekuensi dari usaha-usaha manusia baik untuk memahami realitas kehidupan dan alam semesta maupun untuk menyelesaikan permasalahan hidup yang dihadapi, serta mengembangkan dan melestarikan hasil-hasil yang dicapai manusia sebelumnya.

Dikatakan oleh Einstein, “bahwa ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta apapun juga teori yang disusun diantara mereka”

Menurut S. Hornby mengartikan ilmu sebagai “Science is organized knowledge obtained by observation and testing of fact. Hal ini menujukkan jelas bahwa ilmu adalah pengetahuan yang terorganisir yang didasarkan pada observasi dan hasil pengujian.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia ilmu memiliki dua pengertian, yaitu, Pertama Ilmu diartikan sebagai suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya. Kedua Ilmu diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian, tentang duniawi, akhirat, lahir, bathin, dan sebagainya, seperti ilmu akhirat, ilmu akhlak, ilmu bathin, ilmu sihir, dan sebagainya. Pengertian pertama memberikan gambaran bahwa suatu bidang/kajian dapat dikatakan ilmu, apabila mempunyai sistem atau bagian-bagian pendukung, yang apabila salah satunya hilang, maka ia tidak dapat dikatakan suatu ilmu. Sedangkan pengertian yang kedua penekanannya lebih kepada kepandaian/keahlian/pemahaman terhadap obyek ilmu.
Jujun S. Suriasumatri menjelaskan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang digali sejak sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti berterus terang pada diri sendiri tentang ; apa yang diketahui tentang ilmu ? Apa beda ilmu dari pengetahuan lainnya ? Bagaimana kita mengetahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar ? Kriteria apa yang dipakai untuk menentukan kebenaran ? Mengapa kita mesti belajar ilmu ?. Jujun. S. Suriasumantri dalam pengertian ini, lebih melihat ilmu sebagai suatu proses. Demikian pula Lexy J. Moleong melihat ilmu sebagai pengetahuan yang didapatkan melalui proses kegiatan ilmiah Oleh karena itu menurut Jujun S. Suriasumantri pengetahuan ilmiah tidak sukar untuk diterima sebab pada dasarnya ia dapat diandalkan dengan suatu fakta dan argumentasi yang komprehenship, meskipun tentu saja tidak semua masalah dapat dipecahkan secara keilmuwan. Dengan demikian, ilmu dalam pengertian ini didasarkan pada suatu fakta dan argumentasi yang berdasarkan pada nilai-nilai kebenaran.
Alan H. Goldman lebih melihat bahwa ilmu sesuatu yang diperoleh pada rujukan-rujukan tertentu yang diyakini kebenarannya, “knowledge is belief that is best explained by reference to its truth”. Dengan demikian, maka ilmu adalah pengetahuan yang didapatkan melalui proses kegiatan ilmiah dan telah teruji kebenarannya berdasarkan dalil-dalil yang sahih yang berlaku universal. Dalam konteks filsafat, obyek material ilmu dapat dibagi ke dalam ilmu alam dan ilmu sosial. Ilmu alam melahirkan sejumlah obyek formal yang dikaji oleh dan menurut disiplin ilmunya seperti biologi, kimia, fisika, farmasi dan lain-lain. Sedangkan yang tercakup ke dalam Ilmu-ilmu sosial berupa sosiologi, politik, ekonomi, hukum dan lain-lain.

2.2 Pengertian Moral

Bila berbicara mengenai moral, maka tidak akan terlepas dari tingkah laku manusia, dan bila berbicara tentang tingkah laku, maka erat hubungannya dengan bagaimana pendidikan yang telah didapatkan oleh seorang anak di rumah atau di sekolah. Oleh karena itu usaha yang harus ditempuh untuk menjadikan anak sebagai manusia yang baik dalam lingkungan pendidikan adalah penyampaian pendidikan moral (akhlak), karena akhlak merupakan pencerminan tingkah laku manusia dalam kehidupannya. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan ketiga term di atas, yaitu: Akhlak, moral dan moral.

Secara etimologi kata akhlak adalah bentuk jama dari kata “khuluk”, yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, sedangkan menurut Ahmad Amin akhlak itu adalah kebiasaan kehendak. Secara terminologi akhlak itu berarti “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah serta tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. Ada pula yang mengartikan akhlak dengan “Keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan tanpa berfikir dan melalui pertimbangan lebih dahulu”.

Dari dua pengertian di atas tampak bahwa tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara keduanya. Dalam masyarakat barat kata “akhlak” sering diidentikkan dengan “moral”, walaupun pengidentikan ini tidak sepenuhnya benar, maka mereka yang mengidentikkan akhlak dengan moral mengatakan bahwa “moral” adalah penyelidikan tentang sifat dan tingkah laku lahiriah manusia. Sedangkan akhlak menurut M. Quraish Shihab lebih luas maknanya dari moral serta mencakup beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriyah, misalnya yang berkaitan dengan sikap bathin maupun pikiran.

Terlepas dari semua pengertian di atas, kata akhlak dalam penggunaannya sering disamakan dengan kata “moral” dan “moral”. Istilah moral yang kita kenal berasal dari Bahasa Latin, yaitu “mores” yang berarti adat kebiasaan, sedangkan moral berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “ethos”, yang berarti kebiasaan. Dalam kehidupan sehari-hari moral lebih dikenal dengan arti susila. Moral mengandung arti praktis, ia merupakan ide-ide universal tentang tindakan seseorang yang baik dan wajar dalam masyarakat. Pada dasarnya akhlak, moral dan moral memiliki arti yang sama, ketiganya sama-sama berbicara tentang baik dan buruk perbuatan manusia.

Dari pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa Akhlak (moral atau moral) adalah budi pekerti, sikap mental atau budi perangai yang tergambar dalam bentuk tingkah laku berbicara, berpikir dan sebagainya yang merupakan ekspresi jiwa seseorang, yang akan melahirkan perbuatan baik –menurut akal dan syari’at– atau perbuatan buruk.

Moral secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Secara terminiologi moral adalah cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik buruk.

Ruang lingkup moral meliputi bagaimana caranya agar dapat hidup lebih baik dan bagaimana caranya untuk berbuat baik serta keburukan.

Moral dapat dibagi menjadi moral deskriptif dan moral normatife. Moral deskriptif hanya melukiskan, menggambarkan, menceritakan,apa adanya, tidak memberikan penilaianm tidak memilih mana yang baik dan mana yang buruk, dan tidak mengajarkan bagaimana seharusnya berbuat. Contohnya sejarah.

Adapun moral normative sudah memberikan penilaian mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus dikerjakan dan mana yang tidak. Moral normative dapat dibagi menjadi moral umum dan moral khusus. Moral umum membicarakan tentang prinsip-prinsip umum, seperti apakah nilai, motivasi suatu perbuatan, suara hati dan segbagainya. Moral khusus adalah pelaksanaan dari prinsip-prinsip umum, seperti moral pergaulan, moral dalam pekerjaan, dan sebagainya.

Pembagian moral yang lain adalah moral individual dan moral sosial. Moral individual membicarakan perbuatan atau tingkah laku manusia sebagai individu. Misalnya tujuan hidup manusia. Moral sosial membicarakan tingkah laku atau perrbuatan manusia dalam hubungannya dengan orang lain. Misalnya baik atau buruk dalam keluarga, masyarakat dan Negara.

Moral dan moral sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehati-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai. Adapun moral dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada.

Obyek moral menurut Franz Magnis Suseno (1987) adalah pernyataan moral apabila diperiksa segala jenis moral, pada dasarnya hanya dua macam, yaitu pernyataan tentang tindakan manusia dan pernyatan tentang manusia sendiri atau tentang unsure-unsur kepribadian manusia seperti motif-motif, maksud atau watak.

2.2.1 Aspek moral ilmu pengetahuan

Manusia sebagai manipulator dan articulator dalm mengambil manfaat ilmu pengetahuan. Dalam psikologi, dikenal konsep diri dai freud yang dikenal dengan nama ”id”,”ego” dan”super-ego”. “Id” adalah lepribadian yangmenyimpan dorongan-dorongan biologis (hawa nafsu dan agama) dan hasrat-hasrat yang mengandung dua instik: libido(konstruktif) dan thanatos (destruktif dan agresif). “ Ego” adalah penyelaras penyelaras antara”Id”dan realita dunia luar.”super-ego”adalah polisi kepribadian yang mewakili ideal, hati nurani(Jalaluddin Rahmat, 1985). Dalam agama, ada sisi destruktif manusia yaitu sisi angkara murka (hawa nafsu).

Moral manusia memenfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka dapat saja hanya memfungsikan “id”-nya, sehingga dapat dipastikanbahwa manfaat pengetahuan mungkin diarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Misalnya dakam pertrungan antara in dan ego, dimana ego kalah sementara super-eg0 idak berfungsi optimal, maka tentu-atau juga nafsu angkara murka yang mengendalikan tindak manusia menjatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan- amatlah tidak mungkin kebaikan diperoleh manusia,atau malah mungkin kehancuran. Kisah dua perang dunia, kerusakan lingkungan, penipisan lapisan ozon, adalh pilihan id dari kepribadian manusia yang mengalahkan “ego” maupun “supr-ego”-nya.

Oleh kerena itu, pada tingkat ksiologis, pembicaraan tentang nilai-nilai adalah hal yang mutlak. Nilai ini menyangkut moral, moral, dan tanggungjawab mansia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalm penerapannya, ilmu pengetahuan juga punya bias negatef dan destruktif, makadiperlikan patron nilai dan norma untuk mengendalikan potensi “id” (libido) dan nafsu angkara murka manusia kmoral hendak bergelut dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan . disinilah moral menjadi ketentuan mutlak, yang akan menjadi well-supporting bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untu meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Hakikat moral, tempat ilmuan mengembalikan kesusesannya.

Moral adalah pemahasan mengenai baik (good), buruk (bad), semestinya(ought to), benar (right), dan salah (wrong). Yang paling menonjol adalah tentang baik tau good dan teori tentang kewajiban (obligation). Keduanya bertalian dengan hati nurani.

Bernaung di bawah filsafat moral, moral merupakan tatanan konsep yang melahirkan kewajiabn itu, dengan argument bahwa kalau sesuatu tidak dijalankan berarti akan mendatangkan bencana atau keburukanbagi manusia. Oleh kerena itu, moral pada dasarnya adalah seperangkat kewajiban-kewajiban tentang kebaikan (good) yang pelaksananya (baca:executor) tidak ditunjuk. Executor-nya menjadi jelas moral sang subyek berhadap opsi baik atau buruk, yang baik itulah materi kewajiban executor dalam situasi ini.

2.3 hubungan Ilmu dan Moral

Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan mempunyai pengaruh terhadap proses perkembangan lebih lanjut ilmu dan teknologi. Tanggung jawab etis merupakan sesuatu yang menyangkut kegiatan keilmuan maupun penggunaan ilmu, yang berarti dalam pengembangannya harus memperhatikan kodrat dan martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bersifat universal, bertanggungjawab pada kepentingan umum, dan kepentingan generasi mendatang.

Tanggung jawab ilmu menyangkut juga hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu dimasa lalu, sekarang maupun akibatnya di masa mendatang, berdasarkan keputusan bebas manusia dalam kegiatannya. Penemuan baru dalam ilmu terbukti ada yang dapat mengubah sesuatu aturan nilai-nilai hidup baik alam maupun manusia. Hal ini tentu menuntut tanggung jawab untuk selalu menjaga agar yang diwujudkan dalam perubahan tersebut akan merupakan perubahan yang terbaik bagi perkembangan ilmu itu sendiri maupun bagi perkembangan eksistensi manusia secara utuh.

Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut upaya penerapan ilmu secara tepat dalam kehidupan manusia, melainkan harus menyadari apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia seharusnya, baik dalam hubungannya sebagai pribadi, dalam hubungan dengan lingkungannya maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap Khaliknya.

Perkembangan ilmu akan mempengaruhi nili-nilai kehidupan manusia tergantung dari manusianya itu sendiri, karena ilmu dilakukan oleh manusia dan untuk kepentingan manusia dalam kebudayaannya. Kemajuan di bidang ilmu memerlukan kedewasaan manusia dalam arti yang sesungguhnya, karena tugas terpenting ilmu adalah menyediakan bantuan agar manusia dapat bersungguh-sungguh mencapai pengertian tentang martabat dirinya.

2.3.1.Mengapa Ilmu Tidak Dapat Terpisahkan dengan Nilai-nilai Hidup (Moral)

llmu dapat berkembang dengan pesat menunjukkan adanya proses yang tidak terpisahkan dalam perkembangannya dengan nilai-nilai hidup. Walaupun ada anggapan bahwa ilmu harus bebas nilai, yaitu dalam setiap kegiatan ilmiah selalu didasarkan pada hakikat ilmu itu sendiri. Anggapan itu menyatakan bahwa ilmu menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu itu sendiri, yaitu ilmu harus bebas dari pengandaian, pengaruh campur tangan politis, ideologi, agama dan budaya, perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu terjamin, dan pertimbangan etis menghambat kemajuan ilmu.

Pada kenyataannya, ilmu bebas nilai dan harus menjadi nilai yang relevan, dan dalam aktifitasnya terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai hidup (moral) harus diimplikasikan oleh bagian-bagian praktis ilmu jika praktiknya mengandung tujuan yang rasional. Dapat dipahami bahwa mengingat di satu pihak objektifitas merupakan ciri mutlak ilmu, sedang dilain pihak subjek yang mengembangkan ilmu dihadapkan pada nilai-nilai yang ikut menentukan pemilihan atas masalah dan kesimpulan yang dibuatnya.

Setiap kegiatan teoritis ilmu yang melibatkan pola subjek-subjek selalu mengandung kepentingan tertentu. Kepentingan itu bekerja pada tiga bidang, yaitu pekerjaan yang merupakan kepentingan ilmu pengetahuan alam, bahasa yang merupakan kepentingan ilmu sejarah dan hermeneutika, dan otoritas yang merupakan kepentingan ilmu sosial.

Dengan bahasan diatas menjawab pertanyaan mengapa ilmu tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai hidup. Ditegaskan pula bahwa dalam mempelajari ilmu seperti halnya filsafat, ada tiga pendekatan yang berkaitan dengan kaidah moral atau nilai-nilai hidup manusia, yaitu:

Pendekatan Ontologis

Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia.

Dalam kaitannya dengan kaidah moral atau nilai-nilai hidup, maka dalam menetapkan objek penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan.

Pendekatan Epistemologi

Epistemologis adalah cabang filsafat yang membahas tentang asal mula, sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Dalam kaitannya dengan ilmu, landasan epistemologi mempertanyakan proses yang memungkikan dipelajarinya pengetahuan yang berupa ilmu.

Dalam kaitannya dengan moral atau nilai-nilai hidup manusia, dalam proses kegiatan keilmuan, setiap upaya ilmiah harus ditujukan untuk menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa mempunyai kepentingan langsung tertentu dan hak hidup yang berdasarkan kekuatan argumentasi secara individual. Jadi ilmu merupakan sikap hidup untuk mencintai kebenaran dan membenci kebohongan.

Pendekatan Aksiologi

Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan. Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal ini ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau keseimbangan alam. Untuk itu ilmu yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal. Komunal berarti ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya. Universal berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi ras, ideologi, atau agama.

BAB III

KESIMPULAN

Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

Ilmu dan kebenaran ibarat dua sisi dari sekeping mata uang [two sides of some coin]. Dengan kata lain, “ if one were to speak about truth or reality one has to investigate how to know what reality is”

Ilmu pengetahuan pada dasarnya lahir dan berkembang sebagai konsekuensi dari usaha-usaha manusia baik untuk memahami realitas kehidupan dan alam semesta maupun untuk menyelesaikan permasalahan hidup yang dihadapi, serta mengembangkan dan melestarikan hasil-hasil yang dicapai manusia sebelumnya.

Bila berbicara mengenai moral, maka tidak akan terlepas dari tingkah laku manusia, dan bila berbicara tentang tingkah laku, maka erat hubungannya dengan bagaimana pendidikan yang telah didapatkan oleh seorang anak di rumah atau di sekolah. Oleh karena itu usaha yang harus ditempuh untuk menjadikan anak sebagai manusia yang baik dalam lingkungan pendidikan adalah penyampaian pendidikan moral (akhlak), karena akhlak merupakan pencerminan tingkah laku manusia dalam kehidupannya. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan ketiga term di atas, yaitu: Akhlak, moral dan moral.

Moral manusia memenfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka dapat saja hanya memfungsikan “id”-nya, sehingga dapat dipastikanbahwa manfaat pengetahuan mungkin diarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Misalnya dakam pertrungan antara in dan ego, dimana ego kalah sementara super-eg0 idak berfungsi optimal, maka tentu-atau juga nafsu angkara murka yang mengendalikan tindak manusia menjatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan- amatlah tidak mungkin kebaikan diperoleh manusia,atau malah mungkin kehancuran. Kisah dua perang dunia, kerusakan lingkungan, penipisan lapisan ozon, adalh pilihan id dari kepribadian manusia yang mengalahkan “ego” maupun “supr-ego”-nya.

Pada kenyataannya, ilmu bebas nilai dan harus menjadi nilai yang relevan, dan dalam aktifitasnya terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai hidup (moral) harus diimplikasikan oleh bagian-bagian praktis ilmu jika praktiknya mengandung tujuan yang rasional. Dapat dipahami bahwa mengingat di satu pihak objektifitas merupakan ciri mutlak ilmu, sedang dilain pihak subjek yang mengembangkan ilmu dihadapkan pada nilai-nilai yang ikut menentukan pemilihan atas masalah dan kesimpulan yang dibuatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bakry, Noor Ms. 2001. Logika Praktis Dasar Filsafat dan Sarana Ilmu. Yogyakarta : Penerbit Liberty.

Bucaille, Maurice. 1994. Asal-usul Manusia. Bandung : Mizan

Filsafat_Ilmu, http://members.tripod.com/aljawad/artikel/filsafat_ilmu.htm”

http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu

http://ridwan202.wordpress.com/2008/05/12/pendidikan-agama-membangun-moral/

Sukra, Yuhara. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio : Benih Masa Depan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Suriasumantri, Jujun S. 1999. Filsafat Ilmu. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Mantiq, .